28 Februari 2016

Aspek Hukum Bisnis Transaksi E-Commerce Di Indonesia

Tingginya keinginan pebisnis berinvestasi dalam usaha berbasis bisnis belanja online (e-commerce) dengan membuka toko-toko online di internet, telah diprediksikan oleh para ekonom dan ahli/pakar bisnis online akan memiliki prospek yang cerah di masa depan, semakin terjawab dengan kehadiran dan pembukaan beberapa toko online. Tak tanggung-tanggung, para pebisnis ini berani menginvestasikan dananya berjumlah ratusan juta dollar amerika untuk toko online-nya. Sebut saja 1 (satu) contoh, Lippo Group telah mengumumkan investasi yang akan ditanamkan di website/situs belanja online yang bernama matahari mall sebesar 500 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp. 7,1 triliun. Hal ini membuktikan, bahwa bisnis belanja online merupakan salah satu pangsa pasar bisnis yang masih sangat menjanjikan dapat memberikan keuntungan yang besar.

Kantor Advokat Spesialis Bisnis E-Commerce Medan-Indonesia

Menurut riset para ekonom dan pebisnis internet online, saat ini bisnis e-commerce di Indonesia baru memiliki investasi sekitar 1% dari total investasi pada industri retail secara keseluruhan. Dengan kata lain, bahwa angka 1% tersebut berarti nilainya baru setara dengan Rp. 1,3 triliun. Sehingga harapan terjadinya peningkatan nilai investasi dari pelaku usaha bisnis e-commerce di Indonesia akan meningkat 15-20 kali lipat dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang.

Nah, tentu saja resiko yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bisnis e-commerce di Indonesia pasti ada, karena itulah pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sedikit tentang aspek hukum bisnis e-commerce di Indonesia berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, khususnya dalam hal tata cara penyelesaian sengketa dan atau kejahatan yang timbul dalam kegiatan bisnis online ini. Tidak hanya itu saja, pengaturan kaidah-kaidah terhadap penerapan hukum bisnis yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bisnis e-commerce harus tetap dipertimbangan agar tidak menyalahi.

Salah satu langkah yang bisa dipergunakan untuk menyelesaikan bila terjadi sengketa e-commerce adalah melalui penggunaan badan arbitrase online, yakni dengan menggunakan Online Dispute Resolution (ODR), yang merupakan perkembangan dari cara penyelesaian sengketa non-litigasi yang ada di dunia nyata. Cara penyelesaian sengketa dengan menggunakan ODR telah dianggap oleh para pelaku bisnis di dunia maya online (e-commerce) sebagai salah satu solusi terbaik dalam menyelesaikan setiap adanya masalah sengketa bisnis yang timbul dalam kegiatan transaksi di dunia maya, namun banyak kendala hukum dalam penerapan sistem penyelesaian model sengketa ini di Indonesia.

Seandainya, dari kegiatan bisnis online ini terjadi kejahatan e-commerce yang sudah masuk pada ranah hukum pidana, maka ketentuan hukum yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikannya adalah dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Secara khusus pasal-pasal termaktub dalam UU ITE yang secara spesifik mengatur tentang kejahatan dalam e-commerce adalah pada Pasal 30, yang berbunyi sebagai berikut:
  • Ayat 1 menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun;
  • Ayat 2 menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik;
  • Ayat 3 menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan;
Sedangkan mengenai sanksi pidana atau ancaman hukum yang bisa menjerat para pelaku pada tindak pidana e-commerce, dapat dengan jelas tercantum dalam Pasal 46, sebagai berikut:
  • Ayat 1 menyatakan: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
  • Ayat 2 menyatakan: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah);
  • Ayat 3 menyatakan: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
Lawyer & Pengacara Dan Konsultan Hukum Bisnis Toko Online E-Commerce Terkenal Dan Terkemuka Saat Ini

Nah, jikalau anda mengalami kerugian akibat terjadinya kejahatan dalam bertransaksi atau perkara e-commerce, maka hal itu dapat segera dilaporkan ke penegak hukum, yakni Polri. Karena hal tersebut adalah kejahatan e-commerce yang mana adalah merupakan perbuatan tindak pidana yang hukumannya tergolong berat sebagaimana telah kami kemukakan diatas.

Sekian tulisan tentang tinjauan terhadap aspek hukum bisnis transaksi e-commerce di Indonesia, semoga ada manfaatnya, bagi para rekan-rekan advokat dan atau lawyer/pengacara yang ada di Nusantara, khususnya Kota Medan, Sumatera Utara. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....