07 Maret 2016

Proses Penanganan Pelanggaran Pidana Pilkada (Pemilukada) Serentak

Proses Penanganan Pelanggaran Pidana Pilkada (Pemilukada) Serentak # Pilkada (Pemilukada) serentak merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia disebabkan seluruh elemen masyarakat akan berpartisipasi memilih gubernur, walikota, bupati dan juga para wakilnya untuk memimpin suatu daerah pada periode 5 tahun berikutnya. Gelombang pertama (I) telah dilangsungkan pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, dan pilkada gelombang kedua (II) telah ditetapkan penyelenggaraannya pada Rabu, 15 Februari 2017 yang akan datang.

Alur Dan Tata Cara Penanganan Pelanggaran Pemilukada

Khusus pada penyelenggaraan pilkada serentak tahap 2, akan diikuti oleh 102 daerah yang secara bersama-sama akan memilih kepala daerah secara langsung sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara (gubernur, walikota, bupati berikut dengan para wakil) yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (incasu Pasal 1 ayat (2)), dimana asas penyelenggaraannya adalah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Namun, semuanya akan dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh para penyelenggara pemilihan umum (pilkada) yang mempunyai integritas, profesionalisme dan akuntabilitas yang tinggi dan minim terjadinya pelanggaran pemilu/pilkada.

Alasan Dilaksanakannya Pemilu (Pilkada)
Ada beberapa hal yang menjadi alasan dilaksanakannya Pemilukada/Pilkada serentak di Indonesia, yaitu:
  • Bahwa Pilkada itu merupakan alat atau sarana untuk mengganti Gubernur, Walikota, Bupati/Wakilnya yang sudah dan atau habis masa jabatannya, pergantian kekuasaan melalui Pilkada inilah yang paling demokratis;
  • Bahwa Pilkada dapat dijadikan sebagai alat introspeksi dan kontrol tentang kualitas kepemimpinan politik pejabat pemerintahan yang lama (incumbent), sehingga rakyat dapat memberikan apresiasi dan atau penghukuman kepada pemimpin daerah yang berkuasa apakah dapat berlanjut atau digantikan sesuai review hasil prestasi kinerjanya selama berkuasa atau memimpin;
  • Bahwa Pilkada dapat dijadikan sebagai salah satu barometer yang demokratis untuk menguji kualitas kedekatan antara calon pemimpin kepala daerah dengan masyarakatnya;
  • Bahwa Pilkada dapat menciptakan arus harapan baru yang muncul ditengah-tengah masyarakat  tentang apa yang mereka inginkan dari pemerintahan berikutnya;
  • Bahwa Pilkada merupakan sarana untuk mendapatkan informasi secara detail mengenai sosok diri calon kepala daerah sebelum masyarakat pemilih menentukan pilihannya secara rasional;
  • Bahwa Pilkada dapat menjangkau timbulnya partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilih dan memilihnya (hak politik);
  • Bahwa Pilkada sebagai salah satu alat atau sarana untuk menghukum kepala daerah yang gagal dan atau lalai terhadap rakyat, yaitu dengan cara tidak dipilih lagi calon kepala daerah tersebut dalam Pilkada berikutnya;
Dalam setiap kegiatan pelaksanaan Pemilu atau Pilkada, tentu saja perlu dilakukan pengawasan agar terselenggara sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pemilu. Dalam UU Pemilu, tugas pengawasan ini diberikan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), baik ditingkat pusat (BAWASLU RI), BAWASLU Provinsi maupun daerah kabupaten/kota. Khusus untuk tingkat pusat di Jakarta dan juga tingkat provinsi diangkat dan dipilih untuk masa tugas 5 (lima) tahun, sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota yang sering disebut dengan panwaslu (panitia pengawas pemilihan umum) ataupun sekarang (pada saat pelaksanaan pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 yang lalu disebut dengan panwaslih = panitia pengawas pemilihan) adalah bersifat adhoc dan dipilih ketika ada event pemilu/pilkada pada suatu daerah.

Tugas, Wewenang dan Kewajiban Pengawas Pemilu

Adapun yang menjadi tugas, wewenang, dan juga kewajiban dari Pengawas Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 jo UU No. 8 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Pemilu adalah sebagai berikut:

Mengawasi Penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis. Tugas tersebut secara singkat dalam diuraikan sebagai berikut:
  • Mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu;
  • Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu;
  • Mengawasi pelaksanaan Putusan Pengadilan;
  • Mengelola, memelihara, dan marawat arsip/dokumen;
  • Memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu;
  • Mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu;
  • Evaluasi pengawasan Pemilu;
  • Menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu;
  • Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
Sedangkan yang menjadi wewenang dari Pengawas Pemilu adalah sebagai berikut:
  • Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
  • Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;
  • Menyelesaikan sengketa Pemilu
  • Membentuk, mengangkat dan memberhentikan Pengawas Pemilu di tingkat bawah;
  • Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
Yang menjadi kewajiban Pengawas Pemilu adalah sebagai berikut:
  • Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
  • Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;
  • Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
  • Menyampaikan laporan hasil pengawasan sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan
  • Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;
Bahwa disamping dibentuknya panitia adhoc Panwaslu/Panwaslih ditingkat kabupaten dan kota, maka pada tingkat kecamatan juga akan dibentuk panitia pengawas yang sering disebut dengan panwascam atau panwaslihcam. Adapun yang menjadi tugas dan wewenang dari Panwaslu/Panwaslih Kecamatan adalah sebagai berikut:

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu/Pilkada di wilayah kecamatan yang meliputi:
  • pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
  • pelaksanaan kampanye;
  • logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
  • pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu;
  • pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK;
  • proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan
  • pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu;
f. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang menjadi kewajiban dari para Panwaslu/Panwaslih Kecamatan:
  • bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
  • menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan;
  • menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;
  • menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
  • melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Demikian seterus sampai pada tingkat Kelurahan/Desa akan dibentuk panitia adhoc Panitia Pengawas Lapangan (PPL) dan ditingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya juga akan dibentuk Panitia Pengawas TPS. Dimana tugas dan wewenangnya adalah disesuaikan dengan tingkat wilayah yang menjadi kewenangannya.

Proses Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu/Pilkada Serentak
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang proses penanganan tindak pidana pemilu pada Pilkada Serentak gelombang Tahap II Tahun 2017, namun berhubung sampai sekarang Peraturan Badan Pengawas Pemilu (PERBAWASLU) yang mengatur tentang tindak pidana pelanggaran pilkada/pemilu, tidak ada salahnya kita untuk sementara ini memakai Perbawaslu yang dipakai pada Pilkada Serentak gelombang tahap satu pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, maka dasar hukum dari penanganan tindak pidana pelanggaran pemilu dimaksud dan juga dasar dari proses penanganannya dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. UU No. 1 tahun 2015 tentang pemilukada;
  2. UU No. 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU No. 1 tahun 2015;
  3. Perbawaslu Nomor 11 Tahun 2014 tentang pengawasan pemilihan umum;
  4. Perbawaslu No. 02 Thn 2015 tentang perubahan Perbawaslu No. 11 Thn 2014;
Bahwa UU No. 8 tahun 2015 adalah merupakan Undang-Undang yang merubah sebagian peraturan yang ada pada UU No. 1 tahun 2015 tentang pilkada (pemilukada), jadi UU  No. 1 tahun 2015 tentang pemilukada masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada pada UU No. 8 tahun 2015 (Pasal 205A UU No. 8 thn 2015).

Skema Proses Penanganan Pelanggaran Dan Tindak Pidana Pemilu-Pilkada Serentak Di Indonesia

Berdasarkan ketentuan yang menjadi dasar dari penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu sebagaimana yang telah disebutkan diatas, maka yang dapat melaporkan (menjadi pelapor) akan adanya dugaan tindak pidana pemilu sebagaimana dinyatakan dalam pasal 134 (2) UU No. 1 tahun 2015 tentang pemilukada adalah sebagai berikut:
  • Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih pada wilayah ditemukannya dugaan tindak pidana pemilu;
  • Pemantau pemilu pada wilayah ditemukannya dugaan tindak pidana pemilu;
  • Peserta pemilu pada wilayah ditemukannya dugaan tindak pidana pemilu;
Sedangkan mengenai proses atau langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu/pilkada dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 146 sampai dengan Pasal 150 UU No. 1 Tahun 2015 tentang pemilukada, yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

Pasal 146
  • Ayat (1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak laporan diterima;
  • Ayat (2) Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi;
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.

Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.

Pasal 147
  • Ayat (1) Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
  • Ayat (2) Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh majelis khusus;
Pasal 148
  • Ayat (1) Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara;
  • Ayat (2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan;
  • Ayat (3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima;
  • Ayat (4) Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima;
  • Ayat (5) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain;
Pasal 149
  • Ayat (1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan;
  • Ayat (2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa;
Pasal 150
  • Ayat (1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilihan yang menurut Undang-Undang ini dapat mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil Pemilihan;
  • Ayat (2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  • Ayat (3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan;
Demikian artikel singkat tentang proses penanganan pelanggaran tindak pidana Pilkada (Pemilukada) yang dilangsungkan secara serentak seperti yang telah diuraikan diatas, semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....