24 September 2016

Strategi Advokator Dalam Dunia Advokasi Kebijakan

Apakah anda seorang advokator handal? Dan pernahkah anda melakukan pekerjaan advokasi untuk merubah kebijakan? Lalu bagamana caranya menjadi seorang advokator sukses dalam dunia advokasi kebijakan? Timbulnya pertanyaan ini mengingat dunia advokasi sangat menarik untuk dibahas, apalagi bila advokasi tersebut menyangkut tentang advokasi kebijakan yang melibatkan para pejabat publik. Disamping itu, membahas advokasi didalam banyak berhubungan dengan strategi atau trik yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dilakukannya advokasi kebijakan tersebut.

Strategi dan Teknik Advokator Dalam Dunia Advokasi Kebijakan di Indonesia

Sebelum kami membahas lebih lanjut dalam artikel ini, tidak ada salahnya agar terlebih dahulu mengetahui apa itu arti, definisi atau pengertian advokasi kebijakan, khususnya dalam tugas-tugas atau perannya menyangkut tentang dunia advokasi global.

Arti, Definisi atau Pengertian Advokasi Kebijakan
Secara umum banyak orang mengartikan bahwa advokasi kebijakan adalah => “suatu cara untuk mempengaruhi para pengambil kebijakan, apakah dalam suatu organisasi, perusahaan, badan hukum atau institusi / lembaga negara, sehingga kebijakan tersebut dapat berubah baik keseluruhan, sebahagian ataupun sebaliknya kebijakan tersebut tetap dipertahankan seluruhnya”.

Dalam melakukan advokasi, tentu sangat membutuhkan sebuah strategi yang jitu dan efektif, dimana menurut hemat kami terdiri dari: adanya aksi, hearing, lobi, basis massa dan adanya dukungan supporting system. Nah adanya ke-5 (kelima) bagian dari strategi tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang saling dukung mendukung, sehingga dapat disinergikan untuk mencapai adanya perubahan kebijakan sesuai dengan yang diharapkan.

Bagi sebahagian kalangan, adanya kelima konsep diatas sering dianggap oleh para pengambil kebijakan terlalu radikal atau ekstrim karena selalu dibarengi dengan adanya kekuatan basis massa yang diperuntukkan untuk unjuk rasa atau demontrasi. Memang konsep advokasi dengan melakukan unjuk rasa, sangat populer dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kekuatan basis-basis massa yang cukup efektif memberikan hasil, sebut saja contohnya ketika menurunkan Presiden Soeharto dan gerakan untuk menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kalau kita cermati strategi dan/atau pola advokasi dengan mengerahkan kekuatan basis massa, maka akan kelihatan bahwa penerapan konsep ini mengandung kelemahan, diantaranya membutuhkan dana yang sangat besar, mengeluarkan energi yang lebih besar, menimbulkan resiko akan terjadi provokasi yang berujung para advokator dikriminalisasi dan masuk penjara, menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, dan cenderung tidak mendapat simpati dari gerakan kelompok-kelompok lainnya.

Berkaca dari adanya resiko yang mungkin terjadi akibat penerapan gerakan ini, banyak dari para advokator handal yang menjadikan “gerakan massa” ini sebagai alternatif atau “peluru” terakhir, ketika pintu melakukan proses-proses lainnya sudah mengalami kegagalan atau kebuntuan.

Seiring perkembangan jasa, dewasa ini kecenderungan para advokator akan memilih kebijakan gerakan advokasi yang sedikit lebih lunak dengan memperbanyak konsep-konsep melakukan pertemuan-pertemuan, misalnya dengan memilih melakukan hearing atau lobi.

Hearing maksudnya adalah => melakukan pertemuan-pertemuan dan atau perundingan-perundingan yang dilakukan secara formal (resmi) dengan para pengambil kebijakan. Sedangkan lobi maksudnya adalah => melakukan pertemuan-pertemuan dan atau perundingan-perundingan yang dilakukan secara in-formal (tidak resmi) dengan para pengambil kebijakan. Ada baiknya sebelum melakukan pertemuan yang bersifat formal terlebih dahulu dirintis melakukan pertemuan in-formal, karena didalam pertemuan in-formal inilah biasanya para pengambil kebijakan akan lebih terbuka, leluasa dan peka terhadap masalah-masalah yang akan didiskusikan dan terbebas dari jerat kepentingan jabatannya selaku yang berwenang mengambil suatu kebijakan. Beda ketika dilakukan pertemuan formal, maka pengambil kebijakan biasanya akan lebih kaku, berhati-hati dan ngotot untuk mempertahankan apa yang telah diputuskan sebelumnya.

Menyikapi hal ini, seorang advokator handal yang bertugas memainkan perannya sebagai negoisator maupun pelobi harus mempunyai pengetahuan dan aau memiliki kemampuan minimal, diantaranya: memiliki pengetahuan yang sangat luas, memiliki jaringan yang luas, dapat berkomunikasi dengan baik, sensitif terhadap permasalahan yang akan dibahas, memiliki percaya diri yang tinggi dan mampu menjaga rahasia atas apa-apa yang sudah dibicarakan. Dengan adanya kemampuan minimal yang dimiliki seorang advokator, maka pengambil kebijakan akan merasa nyaman dan aman, serta mempercayai bahwa apa yang akan dirundingkan bila nantinya dibawa ke meja pertemuan formal, hasilnya tidak jauh dari apa yang telah dilobi sebelumnya sehingga komunikasi dengan pengambil kebijakan dapat secara terus menerus dibangun kedepannya dengan demikian apa yang menjadi harapan atas isu yang akan di advokasi membuah hasil seperti yang diharapkan.

Tahapan Melobi Dan Hearing
Secara garis besar ada 4 (empat) tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan lobi maupun hearing dalam frame advokasi kebijakan, yakni:

1. Tahap persiapan => pada tahapan ini, persiapan hearing dan lobi yang disusun secara matang dapat dijadikan sebagai indikator kuat bahwa advokasi yang dilakukan akan membuahkan keberhasilan. Untuk itu, sangat penting seorang advokat melakukan seluruh persiapan yang terdiri dari: memahami issu-issu yang ditangani dengan didukung adanya data yang akurat (baik data primer maupun data sekunder), mengetahui infomasi awal yang bersumber dari pihak pengambil kebijakan (lawan), mengenal dengan baik karakter lawan pertemuan, mempersiapkan target-target yang akan dicapai dalam perundingan berdasarkan kekuatan analisis internal maupun eksternal sehingga target dapat dipenuhi, mempersiapkan rekanan dari pihak lawan maupun kawan yang bisa mendukung gerakan sehingga terbangun aliansi yang lebih kuat dan besar untuk mendukung target yang akan diraih.

Sebelum advokator melakukan pertemuan hearing dengan pihak-pihak pengambil kebijakan, ada baiknya membuat surat pemberitahuan resmi agar waktu pertemuan dapat dijadwalkan secara khusus. Dalam membuat surat, sesuaikan dengan standar formal sebuah surat yang memuat hari dan tanggal, hal yang ingin disampaikan, nomor surat, lampiran-lampiran pendukung, orang yang hendak dituju, substansi pokok materi yang hendak dibahas dalam pertemuan yang dibuat secara singkat, jelas dan padat, memuat logo dan nama organisasi, nomor telepon / mobile contact, alamat surat elektronik (email) dan alamat si pengirim surat.

2. Tahap pelaksanaan => ketika terjadi waktu pelaksanaan perundingan, para advokator yang menjadi peserta harus memiliki kemampuan untuk menunjukkan sikap memandang pihak lawan sebagai kawan / mitra (sekutu). Contohnya ketika dilakukan perundingan dengan pihak legislatif dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), para peserta yang ikut dalam hearing harus mampu membuktikan di dalam presentasinya bahwa musuh bersama itu adalah issu yang anda ajukan, dan untuk mencapai pada tujuan itu, peserta harus mencari pola strategis dalam mengemas setiap isu agar menjadi lebih menarik lagi, khususnya dibahas oleh para legislatif tersebut.

Jika seandainya salah satu pihak merasa bahwa dengan adanya perubahan tersebut tidak ada kaitan atau manfaatnya dengan mereka, maka dipastikan mereka tidak akan mengambil bagian atau peran dalam perubahan tersebut. Untuk itulah, sangat dibutuhkan kelihaian advokator dalam memilih dan mengemas aksi yang akan dilakukannya, sehingga advokasi yang akan dilakukan dapat merangsang keterlibatan semua pelaku yang ikut dalam hearing tersebut.

Ketika terjadi hearing, para peserta cenderung akan asyik sendiri dan konsentrasi pikirannya terserap sepenuhnya pada hal-hal yang terjadi pada pertemuan dimaksud. Acap kali para peserta melupakan berbagai hal penting yang sebenarnya harus dicapai sesuai dengan konsep perencanaan sebelumnya, misalnya lupa mengobservasi audien secara keseluruhan disebabkan berkonsentrasi hanya pada seorang yang saat itu tengah berbicara. Pada keadaan seperti inilah, sangat diperlukan adanya pembagian peran strategi untuk para advokator, bila perlu pada kondisi-kondisi penting dapat secara diam-diam dan atau tidak mencolok pihak lain mengirimkan pesan singkat melalui SMS atau dengan cara lain untuk saling mengingatkan rekan yang lain sesama anggota tim, apakah saat itu bertindak selaku moderator atau pembicara untuk fokus terhadap tugasnya sesuai dengan apa yang telah disusun pada tahap perencanaan.

Salah satu poin penting yang harus didapat sebelum pelaksanaan hearing berakhir adalah adanya komitmen dari pengambil kebijakan mengenai kesepakatan bersama terhadap isu perubahan kebijakan. Adanya kesepakatan ini haruslah dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang hadir mengikuti pertemuan tersebut.

Telah menjadi suatu kebiasaan bahwa setelah pertemuan hearing selesai, maka pihak media massa akan menunggu hasil dari dilangsungkannya pertemuan tersebut, dan akan berusaha mewawancarai sang advokator. Dalam hal ini, menjadi sangat penting apabila seorang advokator melakukan press conference misalnya dengan memaparkan hasil yang dituangkan dalam kesepakatan bersama. Kehadiran media massa berperan menjadi penembus batas, baik ruang maupun waktu sehingga dapat menjangkau dan atau diketahui oleh stakeholder-stakeholder lainnya. Disamping itu bila advokator memiliki website / blog resmi, maka hal-hal yang telah diputuskan dalam rapat hearing itu perlu juga dimuat dalam “website resmi advokator” agar semakin banyak pemberitaan atas advokasi yang telah dilakukan tersebut termuat atau terindex di halaman google. Nah, menurut kami hal ini merupakan salah satu strategi advokasi modern yang menggunakan fasilitas internet online, dimana ketika seorang pengguna internet mencari informasi tentang advokasi kebijakan yang telah anda lakukan yakni dengan menggunakan mesin pencari, maka informasi dan datanya dapat segera terlihat dan diakses di halaman google. Kami menyebutnya dengan nama “teknik advokasi menggunakan google” memanfaatkan secara maksimal hasil dari search engine optimization (SEO).

3. Tahap evaluasi dan monitoring => pasca dilakukannya hearing, sangat diharapakan untuk melakukan evaluasi dan monitoring, dimana evaluasi dan monitoring ini haruslah dimaknai sebagai salah satu cara untuk melihat secara utuh kapasitas yang sudah dimainkan para advokator dalam hal merencanakan, mengambil keputusan, dan atau melakukan seluruh upaya sesuai dengan kebutuhan pencapaian target bersama, serta adalah untuk melihat sejauh mana tanggungjawab masing-masing advokator.

Adanya evaluasi dan monitoring ini akan sangat membantu untuk memperoleh segala informasi kualitatif dan juga adanya masukan dari berbagai opini menyangkut dampak nyata dari dilakukannya advokasi kebijikan, serta dapat memberikan informasi lanjutan tentang kemajuan yang telah dicapai oleh gerakan tersebut.

Hal-hal penting yang sering dibahas pada tahap evaluasi dan monitoring pasca dilakukannya hearing adalah sebagai berikut:
Apakah tujuan dari dilakukannya advokasi telah tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya?
Apakah hasil yang diharapkan telah sebanding dengan segala daya upaya yang sudah dikeluarkan untuk melakukan advokasi tersebut?
Apakah advokasi perlu diperbaiki? Dan bagaimana cara memperbaikinya?
Komponen-komponen apa saja yang perlu diperbaiki dan atau diganti?
Hal-hal apa saja yang telah berjalan dengan benar dan baik, dan hal apa saja yang salah atau tidak sesuai dengan realitas?
Apa saja yang menjadi dampak langsung atau tidak langsung sebagai imbas dari dilakukannya proses advokasi?
Dan lain sebagainya.

4. Tahap pendokumentasian => atas adanya seluruh kegiatan advokasi kebijakan yang telah dilakukan, maupun seluruh hasil-hasil dari adanya hasil diskusi, evaluasi dan monitoring haruslah didokumentasikan secara baik dan benar untuk dijadikan sebagai bahan atau data primer maupun sekunder kedepannya. Hal-hal yang perlu didokumentasikan, antara lain:
Pencatatan mengenai kronologis kasus ataupun peristiwa sehingga dilakukan advokasi;
Pengumpulan foto-foto atas peristiwa tersebut;
Pengumpulan kaset rekaman;
Peta lokasi yang menjadi target dilakukannya advokasi;
Video-video yang berhubungan dengan peristiwa;
Pembuatan atau penulisan laporan perkembangan maupun hasil dari advokasi;

Satu hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan seorang advokator pasca dilakukannya advokasi terhadap suatu kebijakan adalah agar tetap konsern membuat kesepakatan-kesepakatan tindak lanjut yang terbangun melalui berbagai pertemuan-pertemuan berkala untuk memantau dan mengevaluasi setiap proses, strategi lanjutan, hasil dan rencana lanjutan kedepannya agar advokasi yang telah dilakukan tidak jadi sia-sia adanya.

Demikian tulisan tentang strategi seorang advokator dalam melakukan advokasi pada suatu kebijakan tertentu yang lazim dilakukan seorang advokator dalam dunia advokasi. Semoga ada manfaatnya. Bagi anda yang ingin mengetahui profil kami, silahkan mengklik “profile kantor hukum” agar langsung menuju ke laman yang bersangkutan. Sekian dan terima kasih. Salam Advokator Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....