28 April 2017

Selamat Hari Buruh 1 Mei 2017

Sekitar 3 hari lagi, tepatnya tanggal 1 Mei 2017 kaum pekerja atau buruh akan memperingati hari buruh internasional - ILO (sering disebut dengan MAY DAY). Memang beberapa tahun belakangan ini, setiap tahunnya setiap tanggal 1 Mei para buruh di Indonesia merayakan hari buruh dimaksud dan pemerintah pun telah menjadikannya sebagai tanggal merah atau hari libur nasional.

Peringatan Hari Buruh - May Day Pekerja Indonesia Tahun 2017

Bila kita kilas balik, memang benar bahawasanya hari buruh ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak tahun 2014 oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun perlu diingat bahwasanya peringatan hari buruh internasional ini di Indonesia telah dilakukan secara kontiniu jauh sebelum Presiden SBY menetapkannya secara resmi sebagai hari libur nasional.

Jika diruntut kembali sejarah perjalanan para buruh memperjuangkan adanya perayaaan May Day tersebut, maka akan ditemukan fakta bahwasanya hari buruh di Indonesia telah dirayakan sejak orde lama (orla) berkuasa. Seiring dengan bergantinya rezim pemerintahan orde lama ke orde baru (orba), perayaan hari buruh menjadi ditiadakan. Hal ini disebabkan banyak pendapat negatif “stereotype” yang mengidentikkan gerakan buruh dengan gerakan komunis yang menjadinya sebagai alasan utama dilakukannya pelarangan peringatan hari buruh di Indonesia. Bahkan pada masa orde baru, perayaan hari buruh bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindakan subversif kepada kekuasaan negara yang sah.

Namun, jaman telah berganti yang mana tembok tirani kekuasaan yang selama ini menghalangi kebebasan berpendapat para buruh telah diruntuhkan. Negeri kita Indonesia mulai berjalan sesuai dengan kehendak konstitusi dan kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya jaminan itu pulalah, maka para kaum buruh kembali mendapatkan hak suara nya untuk menuntut hak-hak mereka sebagai pekerja, khususnya yang disuarakan pada hari buruh (may day).

Tak dapat kita pungkiri, bahwa fakta tentang nasib buruh di negeri kita ini memang sebahagian besar masih jauh dari kata sejahtera. Mengapa hal ini kami katakan sebahagian? Karena kenyataannya sebagian lainnya, para buruh sudah mendapatkan kesejahteraannya. Pengalaman saya sebagai advokat atau lawyer di Kota Medan yang telah banyak menangani berbagai sengketa perburuhan (meskipun istilah buruh sudah mulai dihilangkan dengan sebutan tenaga kerja), baik buruh industri maupun buruh perkebunan, masih sangat banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pengusaha atau “Pemilik Modal” dalam memberikan hak-hak kepada para pekerja. Tentu saja, perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam catatan kami, bahwa setiap tahunnya, ribuan kaum buruh akan turun ke jalan, menyuarakan berbagai apresiasinya agar didengar oleh para pengambil kebijakan. Tuntutan atas adanya pemenuhan seluruh hak buruh atau pekerja menjadi tuntutan utama yang menjadi agenda tahunan pada peringatan hari buruh 1 Mei. Meskipun sebenarnya, tuntutan atas hak ini tak hanya dilakukan pada saat hanya memperingati hari buruh internasional semata, namun pada hari biasa pun kaum buruh juga terkadang melakukan aksi turun ke jalan, terlebih ketika pemerintah sedangan merumuskan tentang besaran Upah Minimum Provinsi yang akan ditetapkan selanjutnya.

Bagi saya pribadi, bahwa selama saya bekerja dan mendapat upah dari orang lain, maka mau tidak mau saya harus sadar bahwa posisi saya adalah buruh (pekerja), jadi saya pun berada pada posisi yang sama dengan rekan-rekan buruh yang sering turun ke jalan menyuarakan tuntutan agar hak-haknya selaku pekerja dipenuhi oleh pengusaha. Namun harus di akui bahwasanya seringkali aksi buruh, khusunya yang turun ke jalan selalu tidak mendapatkan tempat di hati masyarakat pada umumnya, karena lebih sering aksi buruh juga menggangu kepentingan orang banyak. Misalnya terjadi pemblokiran jalan dan perusakan fasilitas umum (fasum) maupun fasilitas sosial (fasos), menjadi hal rutin yang tak luput terjadi.

Tentu kita ikut bersimpatik dan miris melihat kenyatakan bahwa masih rendahnya upah atau gaji pekerja di negeri yang kita cintai ini, belum lagi hak kesejahteraan pekerja lainnya seperti hak mendapat cuti, upah lembur, asuransi kesehatan dan jaminan hari tua dan bonus lainnya yang terkadang ditilep oleh oknum pengusaha serakah. Namun, segala bentuk perjuangan terhadap penuntutan hak yang berimbas malah melanggar hak orang lain tentu juga tidak dibenarkan secara hukum. Belum lagi ditambah dengan adanya beberapa indikasi tuntutan sebagian para buruh yang terkadang di luar batas kewajaran ataupun di luar kenalaran.

Kondisi diatas tersebutlah yang menjadikan banyak pandangan negatif dan rada nyinyir yang selalu diarahkan kepada aksi buruh di negeri ini. Ya, bukan rahasia umum lagi dimana seringkali kita mendengar adanya istilah “Jika ingin kaya jangan jadi buruh”. Atau, “pendidikan pas-pasan tapi pengen dapat gaji tinggi ?, dlsb”. Apaka ada yang salah dengan istilah tersebut ? Nah, kalau mau jujur bahwa sebenarnya tidak ada salah dengan istilah tersebut. Memang benar, jika memang ingin jadi orang kaya, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk membayar kita lebih agar keingingan menjadi orang kaya cepat terwujud.

Pengacara Medan Khusus Buruh dan Advokat Spesialis Pekerja Indonesia

Apalagi masih banyak para buruh kita yang belum mempunyai skill yang memadai untuk dunia lapangan kerja yang tersedia saat ini. Dimana, zaman semakin berkembang pesat yang diikuti laju kemajuan teknologi turut mengimbanginya. Bagi pekerja yang masih terseok-seok untuk mengikutinya dapat dipastikan secara perlahan-lahan akan tersingkir, sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK), baik PHK perorangan maupun pemutusan hubungan kerja massal diprediksikan menjadi semakin sering terjadi melihat kondisi diatas.

Oleh karenanya, perlu dipikirkan kembali tentang kenaikan upah adalah sama dengan kenaikan ongkos produksi, yang berimbas kepada kenaikan harga barang dan harga konsumsi yang kemudian membuat biaya hidup otomatis semakin tinggi pula. Jadi, sebenarnya kenaikan upah bukan lah satu-satunya solusi terbaik bagi mewujudkan kesejahteraan buruh. Paling tepat menurut saya adalah tanggung jawab pemerintah untuk menekan inflasi, sehingga harga barang di pasaran menjadi turun dan para buruh pun dapat menyisihkan sebahagian upahnya untuk hal lain, misalnya untuk biaya pendidikan anak.

Pada moment peringatan hari buruh 1 Mei ini yang sebentar lagi diperingati, kami mengajak para rekan-rekan buruh untuk saling merenungkan. Dan khusus bagi, para pengusaha juga harus merenungkan bahwasanya tanpa pekerja perusahaan yang didirikannya tak ada gunanya, begitu juga sebaliknya. Jadi harus sadar betul bahwa hubungan pengusaha dan pekerja adalah hubungan timbal balik yang saling membutuhkan dan atau saling menguntungkan. Upah layak itu adalah wajib, namun harus diimbangi dengan kualitas dan etos kerja yang memadai pula. Hentikan aksi-aksi anarkis, buat lah tuntutan yang logis dengan data-data yang valid agar pemerintah dan pengusaha tidak berkelit, serta berhentilah menuntut segala hal-hal yang aneh, karena akan dijadikan lelucon oleh masyarakat Indonesia. Mari kita besama-sama membangun sinergi yang harmonis antara Pemerintah, Pengusaha dan Kaum Buruh atau Pekerja. Selamat memperingati hari buruh internasional (ILO) tanggal 1 Mei 2017 (Peringatan May Day 2017) dari kantor hukum advokat & pengacara silaen di Kota Medan, salam sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....